Oleh : Billy Johanes “Koboi Pesisir”

Mengenal Fish Finder: Rahasia Melihat Dunia Bawah Laut dengan Sonar Tradisional

Bayangkan kamu sedang berada di atas perahu kecil, memandang ke permukaan air yang tenang. Kamu tahu di bawah sana mungkin ada ikan yang berenang santai, mungkin juga ada karang, atau dasar laut yang curam. Tapi… kita tidak bisa melihatnya langsung, kan?

Nah, di sinilah fish finder jadi pahlawan. Alat ini ibarat mata ketiga yang bisa “melihat” ke bawah air menggunakan teknologi bernama sonar. Salah satu jenis sonar yang paling sering digunakan adalah traditional sonar—dan kita akan kupas tuntas dengan bahasa yang santai di artikel ini.

Apa itu Traditional Sonar?

Sonar, atau Sound Navigation and Ranging, adalah teknologi yang bekerja dengan suara. Tapi bukan suara manusia ya, melainkan gelombang suara frekuensi tinggi.

Cara kerjanya begini:

Fish finder mengirimkan gelombang suara ke bawah air melalui transducer.

Gelombang ini memantul balik ketika mengenai sesuatu—bisa dasar laut, batu, tanaman, atau ikan.

Pantulan ini kemudian diterima kembali oleh transducer dan ditampilkan di layar dalam bentuk grafik.

Jadi, bisa dibilang fish finder itu kayak kelelawar digital. Kalau kelelawar pakai sonar alami untuk terbang di malam hari, kita pakai sonar elektronik untuk “melihat” di dalam air.

Membaca Layar Fish Finder: Seperti Melihat MRI Laut

 

Layar fish finder menampilkan informasi dalam bentuk warna atau garis. Awalnya mungkin membingungkan, tapi sebenarnya cukup sederhana:

Garis padat di bagian bawah: Ini adalah dasar perairan.

Lengkungan atau busur kecil: Nah, ini kemungkinan besar ikan! Busur muncul karena ikan bergerak masuk dan keluar dari jangkauan sonar.

Area berwarna-warni: Ini bisa menunjukkan struktur bawah laut seperti karang, pasir, atau vegetasi.

Kalau kamu melihat lengkungan-lengkungan kecil menggantung di atas dasar laut, selamat—itu target potensial!

 

 

Frekuensi: Seperti Zoom Kamera

 

Fish finder tradisional biasanya memungkinkan kamu memilih frekuensi sonar. Nah, frekuensi ini mirip seperti zoom di kamera.

Frekuensi tinggi (200 kHz): Gambar lebih detail, cocok untuk perairan dangkal.

Frekuensi rendah (50 kHz): Menjangkau lebih dalam, tapi gambar kurang tajam.

Kalau kamu mancing di danau yang tenang dan dangkal, pilih frekuensi tinggi. Tapi kalau kamu ada di laut dalam, pakai frekuensi rendah biar bisa ‘mengintip’ lebih dalam.

 

Sensitivitas: Seberapa Peka “Telinga” Fish Finder-mu

 

Sensitivitas itu seperti volume mikrofon fish finder. Semakin tinggi sensitivitasnya, semakin banyak hal yang bisa terdeteksi. Tapi hati-hati, terlalu tinggi bisa bikin layar penuh “noise” alias gangguan. Terlalu rendah, nanti ikannya malah nggak kelihatan.

Tipsnya: sesuaikan sensitivitas berdasarkan kondisi air. Coba-coba aja dulu sampai kamu nyaman dengan tampilannya.

Kapan Fish Finder Jadi Teman Setia?

Fish finder sangat berguna saat:

  • Kamu mancing di spot baru dan belum tahu dasarnya seperti apa.
  • Air keruh dan kamu nggak bisa mengandalkan mata.
  • Ingin mencari gerombolan ikan, bukan hanya satu-satu.
  • Ingin tahu kedalaman air atau ada drop-off/tanjakan dasar laut.

Dengan Fish Finder, Kamu Bisa “Ngobrol” dengan Laut

Memahami sonar tradisional di fish finder itu sebenarnya kayak belajar membaca bahasa baru. Awalnya terlihat ribet, tapi setelah kamu tahu polanya, kamu bisa paham: “Oh, ini karang”, “Wah, ini gerombolan ikan!”

Dengan latihan dan sedikit rasa penasaran, fish finder bisa jadi alat yang bukan hanya membantu kamu mancing lebih efektif, tapi juga bikin kamu makin kenal sama dunia bawah laut.

 

Selamat menjelajah dan salam strike .

 

 

 

Share artikel ini sekarang

Artikel Terkait Lainnya

  • Bagusnya beli joran, reel dan kenur yang mana ya? Mungkin tulisan ini ditujukan bagi pemancing pemula. Sebagai seorang yang akan coba2 menggeluti dunia mancing, peralatan mancing adalah salah satu faktor yang kerap bikin sakit kepala. Joran apakah yang musti saya beli? Ukuran berapa? Panjang atau pendek? Belum lagi pertanyaan kedua: reel apa yang cocok dengan […]

  • JIGGING Memancing ikan pada kedalaman dengan dengan mempergunakan metal jig (lure) sebagai pengganti natural bait dan digerakkan secara vertikal. Mencari Lokasi Jigging :  Dalam pencarian jigging spot, alat Depth sounder dan GPS sangat diperlukan. Apabila sudah menemukan lokasi yang dicurigai, tandes, sea mount, pinnacle atau tonjolan terumbu karang ini menjadi indikator bahwa tempat ini adalah […]

  • GT POPPING Teknik ini adalah dengan melemparkan umpan buatan (artifisial lures) ke permukaan air. Umpan kemudian ditarik sehingga menimbulkan suara dan gerakan yang menarik perhatian ikan target dalam teknik popping. Piranti Popping Pemandu mancing wajib mengetahui dan menguasai semua piranti beserta fungsinya yang digunakan untuk mancing dengan teknik casting atau popping. Reel Spinning Reel, usahakan […]

  • Casting adalah salah satu teknik memancing yang mengandalkan lemparan umpan secara berulang untuk menarik perhatian ikan predator. Teknik ini sangat populer di kalangan pemancing sport karena sifatnya yang aktif dan membutuhkan keahlian tersendiri dalam melempar dan menggulung kembali umpan. Berbeda dengan teknik mancing konvensional yang lebih bersifat pasif (seperti bottom fishing), casting lebih menuntut interaksi […]