Senin, 16 Maret 2009
*pengalaman mancing waktu kecil* (bagian ketiga)
oleh : ii

Ok, sekarang dengan gagang joran yang telah siap, kami tinggal menambahkan kolongannya. Hal ini seharusnya tidak begitu susah, karena ada si bapak tukang kayu yang ternyata siap membantu kami. Masalahnya cuma satu: bahan bakunya. Kawat untuk kolongan itu haruslah cukup kaku, seperti… seperti… ya kawat jemuran pakaian. Nah.. masalahnya sekarang siapa yang berani memotong kawat jemuran di rumahnya?.

Salim dan saya akhirnya sepakat untuk mengundi dengan cara ‘suit’. Yang kalah harus mengusahakan kawat. Ternyata, Salim yang kalah dan bertugas mengusahakan kawat tersebut. Dia merencanakan kawat akan sudah ada pada hari minggu berikutnya. Hari minggu berikutnya? Ya.. karena kemungkinan kami bertemu hanyalah hari minggu, karena keterbatasan waktu di hari2 biasa.

Akhirnya, setelah penantian yang lama, hari minggu pagi2 saya sudah berangkat dengan sepeda (o ya.. waktu itu untuk pergi kemana-mana anak seusia saya selalu naik sepeda) ke rumah Salim. Ternyata dia sudah tidak ada di rumahnya, dan setelah saya cari2 dia sudah berada di pondokan pak tukang kayu dengan kawat yang diperlukan. Pembuatan kolongan itu tidak susah sama sekali dengan bantuannya. Memasang ke joran pun tidak mengalami masalah berarti. Akhirnya siang itu kami masing2 sudah memegang joran dan reel masing2, siap untuk tempur!.

Setelah pulang untuk makan siang (saya makan siang di rumah kakak), saya pergi lagi ke rumah Salim yang hanya beberapa rumah di seberang rumah kakak. Sekali ini tugas kami berdua adalah mencari cacing untuk umpan. Karena
pengalaman dulu, yang di lakukan terus menerus, maka cacing sudah tidak membuat saya jijik seperti dulu lagi. Cacing tidak sulit di temukan di rumah Salim, karena banyak pot tanaman yang terdapat disana. Sempat saya melirik
ke arah tempat jemuran, dan memang, terlihat ada bekas potongan kawat di sana. Saya memutuskan untuk tidak bertanya ke Salim tentang usahanya memotong kawat, dan drama yang terjadi – kalau ada.

Jam 13:30, kami sudah mengayuh sepeda masing-masing menuju taman situ Lembang dikawasan menteng, yang masih ada sampai sekarang. Hanya butuh waktu 10 menit, dan kami sudah mulai mengitari kolam itu mencari-cari tempat yang di perkirakan ada ikannya. Agak di tengah, terlihatlah puluhan, atau mungkin ratusan mulut mujair sedang megap2 dipermukaan. Sepeda pun kami parkir, dan buru2 kami memasang cacing kekail. Sedikit berlari, kami seakan berlomba melempar umpan ke arah kerumunan ikan itu.

Hmmm.. saya lupa, bahwa itu pertama kalinya saya melempar umpan dengan joran, pakai ‘reel’ lagi!. Ternyata, lemparan kami sama bagusnya: semua umpan dan pelampung sekarang tergantung-gantung di dahan pohon di dekat kami. Sejenak kami berdua saling berpandangan, dan tanpa komando, kami tertawa terbahak2 sampai keluar air mata. Ohhh.. rupanya tidak semudah itu melempar umpan!. Sambil masih tertawa, kami mulai memanjat pohon untuk melepaskan umpan masing2.

Upaya melepaskan umpan yang tersangkut di ujung2 pohon ini memakan waktu hampir 30 menit, waktu yang amat berharga sekali buat saya. Seturunnya dari pohon, kami lihat ternyata sudah ada seorang pemancing yang memakai topi caping lebar, dan memakai joran bambu yang panjangnya sekitar 3 meter (mungkin lebih..) duduk di tempat kami melempar umpan tadi. Kesal dan kecewa, tapi tidak banyak yang bisa kami lakukan selain pindah ketempat lain.

Begitu kami mulai bersiap untuk melempar umpan lagi, kami lihat si topi lebar sedang mengangkat seekor mujair selebar 3 atau 4 jari dari kolam. Kami terdiam memperhatikan. Karena jorannya yang panjang, dia tidak menggunakan reel, dan kenurnya langsung di ikat di ujung joran. Kenurnya pun terlihat lebih panjang sedikit dari jorannya. Jadi, dia bisa menjangkau jarak setidak nya 6 meter tanpa susah2 melempar umpan seperti kami.

Cepat2 kami melempar umpan kami. Sekarang dengan lebih berhati2. Kenur di tarik keluar dari reel, melewati kolongan joran paling ujung, dan …. di lempar dengan tangan! Tidak sampai lama, pelampung kami masing2 sudah
bergoyang, dan dengan cepat joran kami gentakkan. Berhasil!!… mujair kami hampir sama ukurannya, dan segera masuk ke kantong plastik bocor yang dengan buru2 kami cari di pinggiran kolam sana.

Rupanya kegembiraan untuk pergi mancing membuat kami lupa untuk membawa plastik dari rumah untuk tempat ikan yang didapat. Berganti2 kami melempar umpan, dan berhasil mengumpulkan 7 atau 8 ekor mujair di plastik bocor itu. Tiap sebentar, kami bergantian bertugas mengisi air di plastik tersebut. Tak terasa, hari sudah mulai sore, dan.. kalau tidak mau kena hukuman, saya harus segera pulang!.

Ikan2 mujair ukuran 2-4 jari hasil tangkapan hari itu saya percayakan ke Salim, yang berjanji akan memelihara di akuariumnya. Kami berpisah di sana, pulang kerumah masing2 dengan janji untuk bertemu hari minggu depan langsung di situ Lembang.

Share artikel ini sekarang

Artikel Terkait Lainnya

  • *pengalaman mancing waktu kecil *(bagian ke empat) oleh : ii Anda pernah menunggu selama seminggu? Sungguh lama waktu berjalan. Rasanya sehari itu ada 48 jam, bukannya 24!. Setelah lelah menunggu, akhirnya hari minggu pun tiba. Nah, sekarang saya mulai memikirkan: apa lagi alasan untuk pergi ke rumah kakak saya pagi2 begini? Ternyata, urusan SIM (surat […]

  • *pengalaman mancing waktu kecil *(bagian kedua) oleh : ii Setelah sekian tahun berlalu, waktu ikut bertandang ke rumah kakak, saya dapat teman baru. Namanya Salim. Entah dimana dia sekarang berada. Dari mulai main sepeda, main gundu, mengetapel burung, main layangan, berkelahi bersama, sampai akhirnya.. mancing lagi!. Dari dialah saya mengetahui bahwa ada toko kecil yang […]

  • Jumat, 13 Maret 2009 *pengalaman mancing waktu kecil *(bagian pertama) oleh : ii Cerita ini terjadi saat orang belum mengenal internet, toko online dan sebagainya. Pesawat telpon rumah pun, adalah barang mewah saat itu. Kalau ditanya: ‘dapat ide untuk memancing dari mana?’ Mungkin ini datangnya dari cerita kawan di sebelah rumah. Yang saya ingat, adalah […]

  • Oleh: dr. Krisman Purba – Ketua ASPARPI 2025–2030 Asosiasi Pariwisata Pemancingan Indonesia (ASPARPI) hadir sebagai wadah yang mempersatukan insan pemancing, pelaku wisata, dan pegiat konservasi perairan dari seluruh penjuru Nusantara. Tujuan utama kami adalah meningkatkan kualitas pariwisata pemancingan Indonesia ke tingkat dunia—baik dari sisi edukasi, pelestarian, maupun inovasi ekowisata berbasis minat khusus. Kami percaya bahwa […]