*pengalaman mancing waktu kecil *(bagian ke empat)
oleh : ii

Anda pernah menunggu selama seminggu? Sungguh lama waktu berjalan. Rasanya sehari itu ada 48 jam, bukannya 24!. Setelah lelah menunggu, akhirnya hari minggu pun tiba. Nah, sekarang saya mulai memikirkan: apa lagi alasan untuk pergi ke rumah kakak saya pagi2 begini? Ternyata, urusan SIM (surat ijin mancing) sudah ada dalam bentuk nya sendiri sejak dahulu.

Ke ibu – komandan lapangan di rumah – saya bilang bahwa saya mau pergi kerumah kakak naik sepeda. Ibu, heran dengan keinginan anaknya yang tiba2 jadi rajin ke kakaknya bertanya: minggu lalu kamu kesana sehari penuh, sekarang mau kesana lagi pagi2 begini, sebetulnya apa yang menarik kamu?. Agak tergagap juga saya memikirkan jawabnya, akhirnya: ya bu, disana ada teman baru yang baik, namanya Salim. Dia jago main layangannya..

Akhirnya, saya di ijinkan pergi dengan pesan supaya jangan pulang terlalu sore. O ya.. selama ini, joran kebanggaan selalu disimpan dengan rapi di … atas pohon mangga dirumah!. Peristiwa ‘perampasan’ pancingan dulu masih membekas dengan dalam di hati. Maka, setelah mengantongi SIM, saya mulai manjat pohon mangga untuk mengambil joran. Celaka.. rupanya ibu masih memperhatikan.. dan beliau bertanya lagi: hei, kamu mau apa manjat pohon pagi2 begini?.. Kebetulan, mangga saat itu memang sedang berbuah walaupun belum masak, maka jawab saya sekenanya: mau liat2 mangga, bu.. siapa tau ada yang udah mateng, ibu mau?…

Drama di pohon mangga itu berakhir dengan dipetiknya beberapa buah mangga yang mulai memerah. Sekarang, dengan cepat2 saya naik ke pohon sekali lagi, melepaskan ikatan tempat joran di cabang yang cukup tinggi, dan turun dengan mata jelalatan ke bawah, takut kalau2 ada orang yang memperhatikan. Di cabang terakhir, karena mata selalu menyapu kearah dalam rumah, kaki saya terpeleset, dan… bummmmmm…. seperti karung goni saya jatuh kebawah…

Sakit, tapi takut ketauan saya segera beringsut2 kebelakang tong didekat sumur. Masih kesakitan, saya mengintip.. ternyata aman.. tidak ada orang yang melihat atau mendengar kejadian barusan. Hhhh… saya masih duduk menahan sakit ketika terdengar suara ibu lagi: win, kamu ga jadi pergi? sepedanya kok masih disini?. ‘ya, ini udah mau jalan kok bu.. pergi ya… ‘. Cepat2 joran saya ikat ke batangan sepeda biar tersamar, dan pergi keluar dengan langkah biasa, walaupun sebetulnya kaki masih sakit untuk dibawa berjalan.

Kayuhan pertama langsung terasa: ternyata kaki saya bengkak cukup besar karena jatuh tadi. Dengan menahan sakit, sepeda tetap di kayuh. Sebetulnya dalam keadaan normal saya hanya butuh waktu paling lama 20 menit untuk sampai ke situ Lembang, tapi sekarang.. apa lagi tanjakan terakhir di jl Teuku Umar setelah jalan St Syahrir, terasa amat panjang!. Ternyata saya tiba lebih dahulu dari Salim, dan sekarang baru sadar: kaleng sarden bekas yang berisi cacing, tertinggal di rumah!.

Setengah jam pertama saya habiskan untuk mengurut kaki, selagi menanti Salim tiba. Mujur buat saya, perlahan-lahan rasa sakit dan bengkak mulai berkurang. Akhirnya Salim muncul dari ujung jalan, dan langsung menuju kearah saya. Setelah menanyakan kenapa saya meringis2, dan mendengar cerita saya, dia tertawa terbahak-bahak. Sial, orang udah sakit kok malah ditertawakan?..

Untung, Salim membawa cacing cukup banyak di kaleng bekas susunya. Terpincang2 saya mulai mancing, dan sampai siang bahkan berhasil menang tipis dalam perolehan ikan. Siang tiba dengan amat cepatnya. Panas dan lapar.. tapi saya tidak punya uang buat makan atau jajan lainnya. Salim juga begitu. Akhirnya Salim pulang untuk makan siang, dengan janji akan kembali ke situ Lembang dengan membawa makan dan minuman dari rumahnya.

Waktu Salim pulang makan, saya mencuri start untuk belajar melempar umpan dengan menggunakan joran. Lima lemparan pertama berakhir dengan tragis: kusut di ujung joran, kenur terinjak saat di ulur, dan jatuh hanya 1 meter dari pinggir kolam. Untung, umpan tidak nyangkut dipohon lagi. Waktu umpan jatuh di pinggir kolam itulah saya kebetulan melihat seekor udang sebesar ibu jari mencoba mengambil cacing dari kail saya. Hmmm.. nanti ini akan jadi selingan yang menyenangkan, pikir saya. Lemparan2 selanjutnya, saya mulai bisa menguasai arah dan jauhnya umpan. Akhirnya saya hanya mencoba casting tanpa umpan, dan hasilnya tidak begitu jelek.

Satu jam berlalu, dan Salim menepati janjinya. Makanlah saya dengan lahap sembari mata tidak lepas dari melihat pelampung. Sekitar jam 2 siang, pemancing dengan topi caping lebar kembali muncul, dan karena kami telah duluan menempati lokasi strategis, maka dia duduk tidak jauh dari tempat kami mancing. Bergantian kami menarik ikan2 mujair yang seperti tidak ada habisnya.

Belum bosan saya mancing, ketika sadar bahwa matahari sudah mulai condong ke barat. Lagi2 saya harus pulang, karna memang begitulah keadaan nya saat itu. Kami berpisah lagi di situ lembang, dengan janji minggu depan akan bertemu lagi disini.

Dalam hati saya membatin: hmmm… minggu depan akan ada kejutan!.

Share artikel ini sekarang

Artikel Terkait Lainnya

  • Senin, 16 Maret 2009 *pengalaman mancing waktu kecil* (bagian ketiga) oleh : ii Ok, sekarang dengan gagang joran yang telah siap, kami tinggal menambahkan kolongannya. Hal ini seharusnya tidak begitu susah, karena ada si bapak tukang kayu yang ternyata siap membantu kami. Masalahnya cuma satu: bahan bakunya. Kawat untuk kolongan itu haruslah cukup kaku, seperti… […]

  • *pengalaman mancing waktu kecil *(bagian kedua) oleh : ii Setelah sekian tahun berlalu, waktu ikut bertandang ke rumah kakak, saya dapat teman baru. Namanya Salim. Entah dimana dia sekarang berada. Dari mulai main sepeda, main gundu, mengetapel burung, main layangan, berkelahi bersama, sampai akhirnya.. mancing lagi!. Dari dialah saya mengetahui bahwa ada toko kecil yang […]

  • Jumat, 13 Maret 2009 *pengalaman mancing waktu kecil *(bagian pertama) oleh : ii Cerita ini terjadi saat orang belum mengenal internet, toko online dan sebagainya. Pesawat telpon rumah pun, adalah barang mewah saat itu. Kalau ditanya: ‘dapat ide untuk memancing dari mana?’ Mungkin ini datangnya dari cerita kawan di sebelah rumah. Yang saya ingat, adalah […]

  • Oleh: dr. Krisman Purba – Ketua ASPARPI 2025–2030 Asosiasi Pariwisata Pemancingan Indonesia (ASPARPI) hadir sebagai wadah yang mempersatukan insan pemancing, pelaku wisata, dan pegiat konservasi perairan dari seluruh penjuru Nusantara. Tujuan utama kami adalah meningkatkan kualitas pariwisata pemancingan Indonesia ke tingkat dunia—baik dari sisi edukasi, pelestarian, maupun inovasi ekowisata berbasis minat khusus. Kami percaya bahwa […]