
*pengalaman mancing waktu kecil * (bagian kelima)
oleh : ii
Kejutan ternyata datang saat saya pulang mancing, bukan minggu depan! Orang di rumah terlihat lebih sibuk dari biasanya. Ada apa?
Ternyata, hari minggu itu kakak saya, tetangga si Salim, datang ke rumah siang2. Waktu ditanya ‘mana si Irwin?’ kakak saya cuma mlongo.. Ramailah suasana saat itu. Sial!. Huru hara itu berakhir dengan disitanya lagi joran dan perlengkapan mancing saya. Sekali ini, ibu saya yang menyita, dengan hukuman: tidak boleh keluar lagi minggu depan dengan alasan apapun!.
Sebagai ‘penebus dosa’, minggu itu saya jalani sebagai anak yang tekun. Pulang sekolah saya langsung membantu sana sini, supaya hukuman di batalkan. Senin sampai sabtu siang hal itu saya jalankan. Tapi tidak ada tanda2 kemarahan ibu saya surut. Memang, hal itu sudah tidak jadi bahan pembicaraan lagi, tetapi hati saya masih cemas memikirkan janji dengan Salim esok hari.
Sabtu sore, saya cuci mobil ayah lagi, walaupun masih bersih. Rupanya hal ini di perhatikan oleh ayah, dan beliau menanyakan: apa sih enaknya mancing itu?. Dengan antusias, semua pengalaman mancing saya ceritakan. Rupanya cerita itu membuahkan hasil. Mungkin beliau kasihan melihat keadaan saya saat itu. Terjadilah ‘nego tingkat tinggi’ yang baru saya ketahui bertahun2 kemudian. Hasil akhir, joran yang tadinya disimpan di kamar ibu, sabtu malam itu tergeletak di kamar saya. Luar biasa senang rasanya melihat hasil karya itu masih utuh. Tinggal 1 langkah lagi menuju kepastian… Selesai makan malam, ibu minta di pijit. Hhhh… now or never!. Rupanya dewi fortuna masih malas jauh2 dari saya. Maka keluarlah ‘perjanjian kursi malas’: harus pulang sebelum jam 5 sore, atau joran kembali di sita!.
Minggu pagi, sekali ini dengan terang2an, saya mempersiapkan semuanya dengan lebih matang. Joran diikat di sepeda, plastik buat tempat ikan disiapkan, dan 2 kaleng sarden penuh cacing!. Untuk makan siang, saya lebih suka bawa roti dan minuman 2 botol. Lucu juga kalau diingat, itu sepeda mirip seperti motor yang mau dibawa touring kemanaa gitu…
Sekali lagi, saya sampai di kolam lebih dulu dari Salim, dan saya langsung mencari lobang2 kecil di pinggir kolam, dimana minggu lalu saya lihat tempat udang bersembunyi. Untuk keperluan ini, saya sudah membuat rangkaian khusus untuk udang, dimana kenur tidak di ikat ke joran, karena langsung saya pegang ujung yang satunya. Rangkaian ini hanya terdiri dari kenur yang di ujungnya diikatkan kail, dan ujung satunya lagi di ikatkan ke gabus bekas.
Lobang2 di pinggir kolam itu ternyata di isi oleh banyak udang. Itu terbukti dari lobang ke tiga yang saya letakkan cacing di depannya, langsung keluar udang sebesar kelingking. Saya diam tidak bergerak, menunggu udang mulai menyantap cacing, dan dengan gentakan pelan kenur saya angkat. Hasilnya mengecewakan. Udang lepas, dan langsung kabur masuk kelubang lagi. Berkali2 kejadian ini berulang, dan si udang tetap lepas tidak terkait.
Karena kesal dan mungkin juga pegal, karena posisi mancing yang membungkuk ke kolam, maka pada tarikan kesekian, kenur yang niatnya saya gentak, malah cuma terangkat perlahan. Kejutan !. Malah dengan cara ini si udang tetap bertahan memegang cacing dengan capitnya sampai keluar kolam!. Segera, udang itu masuk ke plastik yang saya bawa..
Saat Salim tiba, dia heran melihat saya membungkuk-bungkuk ke kolam, disangkanya saya mencari sesuatu yang jatuh. Saat itu plastik saya telah terisi dengan 3 atau 4 ekor udang yang paling besar seukuran jempol. Melihat cara saya memancing udang, dia memutuskan sebagian kenurnya, dan membuat rangkaian yang sama. Sepagian itu, kami hanya sibuk membungkuk ke kolam, dan masing2 berhasil menaikkan belasan ekor udang!.
Puas dengan hasil udang itu, kami makan siang bersama. Kali inipun Salim juga membawa makanan, jadi tidak usah susah2 pulang lagi kerumah. Selesai makan, kami mulai mancing mujair lagi, dan sekali lagi terjadi kejutan..
Karena sebetulnya saya masih ingin meneruskan mancing udang, maka lemparan yang biasanya di arahkan ke gerombolan ikan mujair, sekali ini saya lempar agak ke pinggir dekat dengan bunga teratai. Joran lalu saya letakkan begitu saja di dekat reel, dan rangkaian udang kembali saya pegang. Baru saja saya mau membungkuk lagi, tiba2 joran saya seperti ditarik cukup keras, dan reel saya meng-gelinding berputar-putar dan akhirnya tercebur ke kolam.
Saya langsung naik pitam, karena saya pikir itu pasti karena ulah gerombolan anak2 yang sering membuat acara mancing kacau dengan ulahnya berenang di kolam!. Pastilah salah seorang dari mereka berjalan tanpa melihat apa yang ada dibawah kakinya, dan akhirnya menyeret kenur saya. Tapi.. saat itu tidak terlihat seorang anakpun. Jadi dengan heran, saya ambil reel yang tercebur dengan bantuan sepotong kayu, dan mulai menggulung.
Kok nyangkut? .. ah pastilah kail saya nyangkut lagi di tanaman teratai. Waktu reel digulung lagi, tiba2.. jburrr.. ada ikan lompat didekat teratai sana. Hati mulai deg-degan, dan kosentrasi penuh ke arah teratai, karena mata masih ber-kunang2 sehabis jongkok di pinggir kolam tadi. Salim juga duduk diam memperhatikan. Setengah berlari kearah teratai, cepat2 reel saya gulung.. dan ternyata seekor ikan gabus sepanjang kira2 30cm telah memakan umpan.
Untuk saya, hari ini cukuplah sudah. Belasan ekor udang, dan seekor gabus!. Ternyata cerita2 tentang ikan gabus di kolam situ Lembang ini memang benar, dan saya telah memiliki buktinya. Hari masih sekitar jam 4 ketika kami pulang, sementara saingan kami si topi lebar masih asyik mancing di ujung sana…
Begitulah kira2 kenangan manis tentang mancing di masa kanak2 yang masih bisa di ingat. Bertahun2 Situ Lembang menerima saya sebagai ‘siswa pelajar mancing’ di kolamnya. Pada saat Salim pindah rumah -kalau tidak salah ke daerah Cawang, dan tidak pernah bertemu sampai sekarang- maka cerita mancing mujair Situ Lembang pun menjadi sejarah…
Mancing, bagi saya pun selesai saat itu, sampai tiba masanya kuliah, dimana kembali bertemu dengan kawan-kawan se hobi.
Share artikel ini sekarang
*pengalaman mancing waktu kecil *(bagian ke empat) oleh : ii Anda pernah menunggu selama seminggu? Sungguh lama waktu berjalan. Rasanya sehari itu ada 48 jam, bukannya 24!. Setelah lelah menunggu, akhirnya hari minggu pun tiba. Nah, sekarang saya mulai memikirkan: apa lagi alasan untuk pergi ke rumah kakak saya pagi2 begini? Ternyata, urusan SIM (surat […]
*pengalaman mancing waktu kecil* (bagian ketiga) oleh : ii Ok, sekarang dengan gagang joran yang telah siap, kami tinggal menambahkan kolongannya. Hal ini seharusnya tidak begitu susah, karena ada si bapak tukang kayu yang ternyata siap membantu kami. Masalahnya cuma satu: bahan bakunya. Kawat untuk kolongan itu haruslah cukup kaku, seperti… seperti… ya kawat jemuran […]
*pengalaman mancing waktu kecil *(bagian kedua) oleh : ii Setelah sekian tahun berlalu, waktu ikut bertandang ke rumah kakak, saya dapat teman baru. Namanya Salim. Entah dimana dia sekarang berada. Dari mulai main sepeda, main gundu, mengetapel burung, main layangan, berkelahi bersama, sampai akhirnya.. mancing lagi!. Dari dialah saya mengetahui bahwa ada toko kecil yang […]
*pengalaman mancing waktu kecil *(bagian pertama) oleh : ii Cerita ini terjadi saat orang belum mengenal internet, toko online dan sebagainya. Pesawat telpon rumah pun, adalah barang mewah saat itu. Kalau ditanya: ‘dapat ide untuk memancing dari mana?’ Mungkin ini datangnya dari cerita si Imuh, kawan di sebelah rumah. Yang saya ingat, adalah pengalaman pertama […]